Rabu, 26 Juni 2013

Bonded Zone (Kawasan Berikat)


Kawasan Berikat- bonded area


A.    Pengertian

Kawasan Berikat (Bonded Zone) ialah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu di wilayah pabean Indonesia yang di dalamnya diberlakukan ketentuan khusus di bidang pabean, yaitu terhadap berang yang dimasukkan dari luar daerah pabean atau dari dalam daerah pabean Indonesia lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan pungutan bea, cukai dan/atau pungutan negara lainnya sampai barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan impor, ekspor, atau re-ekspor. (menurut PP no 22 tahun 1986 BAB I pasal1 butir 1)

Kawasan Berikat (KB) adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam negeri, yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.   (menurut PP no 33 tahun 1996 BabI pasal 1 butir 2)


B.    Tujuan

Tujuan utama pembentukan kawasan berikat adalah mendorong peningkatan ekspor serta meningkatkan daya saing produk eksport sehingga perlu diberikan insentif di antaranya berupa fasilitas di bidang perpajakan termasuk pajak pertambahan nilai (PPN), pabean dan cukai.


C.    Keistimewaan

 PP no 33 tahun 1996 di bab 2 pasal 12 menegaskan :

 (1) PDKB bertanggung jawab terhadap bea masuk, cukai, dan pajak yang

       terutang atas barang yang dimasukkan atau dikeluarkan dari  

       perusahaannya.

 (2) PDKB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada

       Ayat (1) dalam hal barang yang berada di perusahaannya:

       a. musnah tanpa sengaja;

       b. telah diekspor, direekspor, atau diimpor untuk dipakai;

       c. dimasukkan ke KB lainnya, dipindahkan ke Tempat Penimbunan

           Sementara, atau  Tempat Penimbunan Pabean.

           

   Bab II dari PP tersebut mengatur tentang kawasan berikat,

   yang meliputi juga perlakuan perpajakan berupa pemberian fasilitas

   PPN dan PPnBM tidak dipungut atas impor barang modal atau peralatan

   untuk pembangunan/kontruksi/perluasan kawasan berikat dan

   perkantoran  yang semata-mata dipakai oleh Penyelenggara Kawasan

   Berikat (PKB) yang telah memperoleh izin.

  

  Pasal 14 dari keputusan ini memperinci lebih lanjut pemberian fasilitas   

  PPN/PPnBM tidak dipungut atas transaksi yang dilakukan oleh PKB dan

  PDKB berupa :

1)   Impor barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB termasuk PKB yang merangkap sebagai PDKB;

2)    Impor barang modal dan perlatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB;

3)  Impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB dan pemasukan BKP dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke PDKB untuk diolah lebih lanjut; Pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut;

4)    Pengeluaran barang dan/atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak, dan penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak kepada PDKB asal.

5)    Peminjaman mesin dan/atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya, dan pengembaliannya ke PDKB asal.

6)    Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat yang ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan pajak dalam rangka impor.


dengan surat edaran No. SE-26/PJ.53/2003 tanggal 6 Oktober 2003,

Direktur Jenderal Pajak memberikan penegasan mengenai PPN atas penyerahan JKP yang meliputi baik Kawasan Berikat Pulau Batam maupun Kawasan berikat lainnya, yang menyatakan bahwa :

1.     Atas penyerahan JKP termasuk jasa maklon dan subkontrak oleh PKP di DPIL kepada PKP di Kawasan Berikat Pulau Batam tidak dipungut PPN, kecuali PKP tersebut memilih untuk dikenakan PPN;

2.     Atas penyerahan JKP termasuk jasa maklon dan subkontrak oleh PKP di DPIL kepada Pengusaha di Kawasan Berikat selain Pulau Batam dikenakan PPN;

3.     Atas penyerahan JKP termasuk jasa maklon dan subkontrak oleh PKP di Kawasan Berikat kepada PKP di Kawasan Berikat lainnya selain Pulau Batam dikenakan PPN;

4.     Atas penyerahan JKP termasuk jasa maklon dan subkontrak oleh PKP di Kawasan Berikat selain Pulau Batam kepada PKP di DPIL dikenakan PPN.


Namun berdasarkan  SE-26 tersebut masih belum jelas bagaimana perlakuan PPN atas penyerahan JKP dari pengusaha di Kawasan Berikat Pulau Batam (KBPB) ke Kawasan Berikat selain Pulau Batam (KBSPB) dan sebaliknya. Apabila istilah “Kawasan Berikat” yang pertama di butir 3 diartikan meliputi juga KBPB, berarti atas penyerahan JKP dari pengusaha di KBPB ke KBSPB dikenakan PPN.

Namun demikian belum juga menjawab apabila yang terjadi adalah sebaliknya. Hal yang juga masih belum jelas adalah bagaimana perlakuan PPN atas penyerahan JKP dari pengusaha di KBPB ke DPIL.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar