Kawasan Berikat- bonded area
A. Pengertian
Kawasan
Berikat (Bonded Zone) ialah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu
di wilayah pabean Indonesia yang di dalamnya diberlakukan ketentuan
khusus di bidang pabean, yaitu terhadap berang yang dimasukkan dari luar
daerah pabean atau dari dalam daerah pabean Indonesia lainnya tanpa
terlebih dahulu dikenakan pungutan bea, cukai dan/atau pungutan negara
lainnya sampai barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan impor, ekspor,
atau re-ekspor. (menurut PP no 22 tahun 1986 BAB I pasal1 butir 1)
Kawasan
Berikat (KB) adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan
batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri
pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan,
penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas
barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam negeri,
yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor. (menurut PP no 33 tahun 1996 BabI pasal 1 butir 2)
B. Tujuan
Tujuan
utama pembentukan kawasan berikat adalah mendorong peningkatan ekspor
serta meningkatkan daya saing produk eksport sehingga perlu diberikan
insentif di antaranya berupa fasilitas di bidang perpajakan termasuk
pajak pertambahan nilai (PPN), pabean dan cukai.
C. Keistimewaan
PP no 33 tahun 1996 di bab 2 pasal 12 menegaskan :
(1) PDKB bertanggung jawab terhadap bea masuk, cukai, dan pajak yang
terutang atas barang yang dimasukkan atau dikeluarkan dari
perusahaannya.
(2) PDKB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) dalam hal barang yang berada di perusahaannya:
a. musnah tanpa sengaja;
b. telah diekspor, direekspor, atau diimpor untuk dipakai;
c. dimasukkan ke KB lainnya, dipindahkan ke Tempat Penimbunan
Sementara, atau Tempat Penimbunan Pabean.
Bab II dari PP tersebut mengatur tentang kawasan berikat,
yang meliputi juga perlakuan perpajakan berupa pemberian fasilitas
PPN dan PPnBM tidak dipungut atas impor barang modal atau peralatan
untuk pembangunan/kontruksi/perluasan kawasan berikat dan
perkantoran yang semata-mata dipakai oleh Penyelenggara Kawasan
Berikat (PKB) yang telah memperoleh izin.
Pasal 14 dari keputusan ini memperinci lebih lanjut pemberian fasilitas
PPN/PPnBM tidak dipungut atas transaksi yang dilakukan oleh PKB dan
PDKB berupa :
1) Impor
barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang semata-mata
dipakai oleh PKB termasuk PKB yang merangkap sebagai PDKB;
2) Impor barang modal dan perlatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB;
3) Impor
barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB dan pemasukan BKP dari
Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke PDKB untuk diolah lebih
lanjut; Pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk
diolah lebih lanjut;
4) Pengeluaran
barang dan/atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di Daerah Pabean
Indonesia Lainnya (DPIL) atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak, dan
penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak kepada PDKB asal.
5) Peminjaman
mesin dan/atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB
kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya, dan
pengembaliannya ke PDKB asal.
6) Pengeluaran
barang dari Kawasan Berikat yang ditujukan kepada pihak yang memperoleh
fasilitas pembebasan atau penangguhan pajak dalam rangka impor.
dengan surat edaran No. SE-26/PJ.53/2003 tanggal 6 Oktober 2003,
Direktur
Jenderal Pajak memberikan penegasan mengenai PPN atas penyerahan JKP
yang meliputi baik Kawasan Berikat Pulau Batam maupun Kawasan berikat
lainnya, yang menyatakan bahwa :
1. Atas
penyerahan JKP termasuk jasa maklon dan subkontrak oleh PKP di DPIL
kepada PKP di Kawasan Berikat Pulau Batam tidak dipungut PPN, kecuali
PKP tersebut memilih untuk dikenakan PPN;
2. Atas
penyerahan JKP termasuk jasa maklon dan subkontrak oleh PKP di DPIL
kepada Pengusaha di Kawasan Berikat selain Pulau Batam dikenakan PPN;
3. Atas
penyerahan JKP termasuk jasa maklon dan subkontrak oleh PKP di Kawasan
Berikat kepada PKP di Kawasan Berikat lainnya selain Pulau Batam
dikenakan PPN;
4. Atas
penyerahan JKP termasuk jasa maklon dan subkontrak oleh PKP di Kawasan
Berikat selain Pulau Batam kepada PKP di DPIL dikenakan PPN.
Namun
berdasarkan SE-26 tersebut masih belum jelas bagaimana perlakuan PPN
atas penyerahan JKP dari pengusaha di Kawasan Berikat Pulau Batam (KBPB)
ke Kawasan Berikat selain Pulau Batam (KBSPB) dan sebaliknya. Apabila
istilah “Kawasan Berikat” yang pertama di butir 3 diartikan meliputi
juga KBPB, berarti atas penyerahan JKP dari pengusaha di KBPB ke KBSPB
dikenakan PPN.
Namun
demikian belum juga menjawab apabila yang terjadi adalah sebaliknya.
Hal yang juga masih belum jelas adalah bagaimana perlakuan PPN atas
penyerahan JKP dari pengusaha di KBPB ke DPIL.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar